By Foundation of Prof. Dr. Andrik Purwasito, DEA

Politik Ken Dedes : Antara Ambisi dan Wahyu

 Ken Dedes

Ken Dedes dikenal, apakah karena kecantikannya seperti Loro Jonggrang ataukah karena ia seorang anak pendeta yang dihormati, ataukah karena ia mempunyai kecerdasan melebihi wanita desa umumnya sehingga mampu mendampingi seorang Raja, sebagaimana Theodora dalam novel Wanita dari Paul I Wellman, wanita biasa yang mampu menduduki orang nomor satu di Romawi, Justinianus Yang Agung. Coba simak penuturan Wellman: “Adalah besar kebangkitan Justinianus, dari seorang petani desa di Macedonia, sampai menjadi Maharaja. Tetapi dalam satu aspek pun itu  tidak sebesar kebangkitan Theodora….. sepanjang sejarah tak ada seorang wanita…pasti juga tak seorang lelakipun…pernah melaksanakan seperti apa yang telah dilakukan oleh Theodora: satu langkah naik yang begitu perkasa. Anak kolong Hippodrome. Seorang yang pernah menjadi pelacur yang paling hina dalam jurang kebusukan paling jahat di dunia. Seorang sundal yang bahkan menerima pelukan para budak demi serepih roti. Tetapi dari tingkat itu ia naik menjadi penguasa dunia Barat.

Ken Arok, tak ubahnya Yustinianus, anak desa yang jadi Maharaja dengan gelar Bethara Guru. Anak desa Pangkur itu hidup sehari-harinya dihabiskan untuk berjudi dan merampok. Akhirnya toh nasib menentukan jadi Maharaja. Berkat nasibkah, atau ada orang lain dibalik sukses itu? Mungkin juga karena ambisi politik Ken Dedes,  atau memang berkat wahyu lewat seorang sakti bernama Lohgawe yang mengambilnya sebagai sebagai anak: “Iya sira kaki, aran Ken Arok, sangkaningsun wruh ing sira, katon in puja deningsun.” Tanya Lohgawe. “Singgih pikulun, ranakira aran Ken Arok,” jawab Ken Arok dengan senang hati.

Wahyu dari Dewata Agung, atau Lohgawe justru mendapat perintah dari Ken Dedes. Atau seperti dituturkan Pararaton bahwa itu merupakan keputusan para Dewa:. “Wruhanto kabeh watek dewata, hana si yugamami, manusa wijiling wong Pankur, ika angukuhi bhumi Jawa,” begitu ujar Syang Hyang Guru. Dan yang disebut Wong Pangkur itu adalah Ken Arok.

Ken Arok bukan seoang Justinianus yang telah diuji dengan berbagai persoalan kenegaraan sebagai penyelamat dalam kekacauan politik, Ia punya jalan sendiri, yang dituturkan oleh Pararaton yaitu jalan spiritual ketimbang lewat perjuangan mental dan physik. Baru ketika ia mendapat berbagai legitimasi Maharaja, Ken Arok yang mengaku sebagai anak Brahma, anak angkat Syiwa dan dia sendiri perwujudan dari Wisnu, mempunyai legitimasi sebagai penguasa yang sempurna.

Bagaimana semua ini bisa terjadi? Apakah karena kehebatan Ken Dedes atau Lohgawe, atau karena kehebatan Ken Arok sendiri?”

Agaknya, disini peranan Ken Dedes justru sangat menentukan. Bukan karena eksploitasi paha Ken Dedes yang bersinar lalu menarik kelaki-lakian Ken Arok saja, tetapi itu bukan alasan kuat. Justru politik Ken Dedes mengarah pada karena faktor Tunggul Ametung sendiri. Politik Ken Dedes untuk masa depan yang gemilang, maka ambisi itu tidak dapat digantungkan oleh seorang Tunggul Ametung yang agaknya dinilai Ken Dedes banyak kelemahan. Maka ia berpikir bahwa perlu ada dinasti Baru dan perlu figur kokoh, seperti mantan “penjahat” yang telah mendapat pencerahan itu, karena menurut cara berpikir Ken Dedes Ken Arok telah teruji dalam bidangnya, maka ialah yang dipilih menjadi Sang Suksesor sekaligus Sang Eksekutor.

Ambisi Ken Dedes ini, dapat dilihat dari, kutukan Empu Gandring. Bisa saja Sang Empu mencium adanya Kudeta yang akan dilancarkan oleh Ken Dedes, sehingga Sang Empu tidak pernah menyelesaikan keris tersebut karena keris itu akan digunakan untuk perbuatan makar.

Agaknya Ken Dedes tidak welcome terhadap suaminya.. Kalau ia benar-benar cinta, maka tak sudi dinikahi oleh Ken Arok.

Ini interpretasi spekulatif. Namun dapat dilihat bahwa dalam kasus “kudeta” berdarah tersebut, jelas adanya konspirasi kekuatan: dari unsur birokrasi kerajaan, dari unsur militer, dari unsur keluarga, rohaniwan dan dari unsur luar negeri seperti Lohgawe yang mengaku sebagai Orang Suci dari Jambudwipa (India).

Dari situ, kelihatan ambisi politik Ken Dedes untuk membangun dinasti yang lebih besar. Hal itu tercermin dari nama yang diambil yaitu Singasari (Raja di Raja). Dinastinya juga bernama Dinasti Rajasanagara. Itulah kebesaran Ken Dedes yang belum pernah diungkapkan dari sekedar wanita cantik dengan paha mulus yang bersinar.

Uraian tentativ di atas, membuka wacana baru, karena kudeta itu tidak hanya sekedar masalah kekeluargaan tetapi Ken Dedes melihat bahwa krisis politik dan sosial-ekonomi mengharuskan adanya suksesi dinasti. Penyerangan terhadap Kediri tahun 1222 lima tahun sebelum Ken Arok meninggal  menunjukkan kearah pengembangan wilayah ekonomi tersebut.. Jika benar ide Ken Dedes kesana, maka benar apa yang dilakukan oleh suksesornya seperti Kertanegara dan Gajahmada, mempersatukan Nusantara dalam satu kesatuan budaya, ekonomi, sosial dan kesatuan politik (Andrik Purwasito)

Leave a comment